Adakah kematian itu menakutkan?
Salah satu paman saya hari Selasa nanti akan menerima hasil lab, apakah dia terkena Ca atau 'hanya' tumor jinak. Kalau Ca, dia sudah mengatakan tidak akan menjalani kemoterapi. Membuat saya bertanya-tanya, adakah usaha penyembuhan yang berdampak penurunan kualitas fisik bagian luar menjadi penyebabnya? Ataukah itu semua lebih berakibat 'bola salju' terhadap semangat hidupnya?
Jadi ingat kemarin saya mengalami kelelahan dalam hidup. Lalu berkata, ingin menggantikan posisi siapa saja yang kebetulan masih ingin hidup tapi harus berjuang melawan penyakitnya, dan kalah. Semua itu rasa-rasanya harus dikembalikan pada perasaan terpaksa. Penjara bukanlah penjara bila kita menerimanya, anggap saja sebagai tempat meditasi, kontemplasi yang paling private. Demikian pula dengan masalah kehidupan-kematian...
Saya jujur 'sedang' berada di fase tidak takut mati. Proses menuju mati mungkin lebih menakutkan. Karena saya tahu kita lahir sendiri, dan mati sendiri. Bila dalam hidup kita bersama orang yang kita cintai, itu anugerah. Bila mati didampingi mereka-mereka itu, adalah sebuah anugerah lagi yang tak ternilai. Tapi, siapa yang tahu dengan masa depan?
Di atas kesombongan saya tadi, saya juga merasa...meninggalkan (mati) dan ditinggalkan (mati) oleh orang-orang yang dicintai, adalah derita yang luar biasa.
No comments:
Post a Comment